Kamis, 23 April 2015

Sistem Tanam Paksa

SISTEM TANAM PAKSA
Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Boschpada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu,dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graafoleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.
Dalam menjalankan sistem  tanam paksa,Pemerintah Belanda mengeluarkan aturan-aturan yang dimuat dalam lembaran-lembaran Negara atau Staatblad atau semacam Undang-Undang yaitu NO.22 tahun 1834.Aturan –aturan ini berbunyi sebagai berikut:

  1.  Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan  sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman-tanaman yang laku dijual pasaran Eropa.
  2. Tanah yang ditanami tidak melebihi tidak melebihi seperlima dari tanah pertanian  milik penduduk.
  3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan dalam menanam padi.
  4. Tanah yang disediakan untuik menanam tanaman dibebaskan dari  pembayaran  pajak.
  5. Hasil tanaman harus diserahkan kepada Pemerintah Belanda sedangakan kelebihan  hasil tanaman    dari jumlah pajak yang terbayar,akan dibayarkan kembali kepada rakyat.
  6. Kegagalan panen menjadi tanggungan dari Pemerintah Belanda.
  7. Mereka yang tidak memiliki tanah harus  menjadi pekerja diperkebunan Pemerintah lebih dari 66     hari.
  8. Penggarapan penanaman dibawah pengawasan langsung kepala kepala pribumi.Pegawai-pegawai    Eropa mengawasi secara umum jalannya penggarapan sampai pengangkutannya.

          Selain itu,Van Den Bosch juga menyusun program-program sebagai
berikut:

  1. Menghapus sistem  sewa tanah karena  dianggap sulit dan tidak efisien.
  2. Mengganti sistem  tanam bebas menjadi tanam  wajib dengan jenis-jenis tanaman yang telah      ditentukan oleh Pemerintah.
  3. Menghidupkan kembali program kerja wajib untuk menunjang program tanam wajib.

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas,maka tanam paksa sebenarnya tidak memberatkan bagi rakyat,bahkan sebagian rakyat mendukung sistem tanam paksa ini terutama mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan sawah ataupun perkebunan karena mereka mendapatkan pekerjaan dan sekaligus dapat bekerja.Akan tetapi,tanam paksa ternyata penderitaan yang sangat luar biasa terhadap rakyat karena penyimpangan-penyimpangan tanam paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda,yaitu sebagai berikut:

  1. Tanah yang diserahkan petani lebih dari seperlima
  2. Tanah petani yang diserahkan untuk tanam paksa ternyata tidak bebas pajak bahkan diberbagai daerah pajak lebih tinggi dari sebelumnya seperti di Priangan atau Jawa Barat.
  3. Mereka yang tidak memiliki tanah ternyata bekerja diperkebunan Pemerintah lebih dari seperlima tahun lamanya.
  4. Kegagalan panen apapun penyebabnya ternyata menjadi tanggung jawab petani.
  5. Waktu pekerjaan tanam paksa melebihi waktu tanam padi.
  6. Kelebihan hasil panen tidak dikembalikan kepada rakyat.

Penyimpangan-penyimpangan aturan tanam paksa diatas,terjadi karena adanya cultuur  procenten yaitu hadiah atau bonus bagi pelaksana sistem tanam paksa yang dapat menyerahkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.Oleh karena itu,para Bupati dan kepala desa menyerahkan hasil tanaman yang sebanyak-banyaknya.Mereka memaksa penduduk desa untuk menanam melebihi ketentuan yang berlaku.Selain itu,rakyat juga dibebani pekerjaan yang lebih lama dari pada waktu yang telah ditentukan.Bagi rakyat yang dianggap tidak mematuhi kehendak para petugas akan dijatuhi hukuman.Kalaupun tidak dihukum mereka diancam akan dilaporkan kepada Pemerintah Belanda sebagai pembangkang dan pemberontak.

Dengan kebijakan tanam paksa,Pemerintah Kolonial Belanda ingin melatih rakyat untuk mengenal jenis-jenis tanaman tropis yang laku dipasaran dunia,terutama kopi,gula,dan nila(indigo).Dupuhal lain,untuk menjamin bahwa para pegawai Belanda maupun Bupati dan kepala desa setempat menunaikan tugasnya dengan baik,selain mendapatkan gaji,Pemerintah Belanda juga memberikan perangsang,yaitu cultuur procenten(hadiah).

 Cultuur procenten merupakan suatu program yang sengaja diberikan dengan dibentuk untuk memberikan hadiah kepada para Bupati ataupun kepala desa dalam menjalankan tugasnya.Tercetusnya cultuur procenten adalah Belanda menginginkan lebih maksimal hasil dari tanam paksa sehingga diberikan perangsang(cultuur procenten) untuk memikat hati para pengawas didaerah-daerah agar dapat membuat hasil lebih dari hasil yang sudah ditetapkan.Hadiah atau cultuur procenten yang biasa diberikan adalah harta kekayaan dan jabatan.

Sistem tanam paksa berlaku selama tahun 1830-1840 telah membuat volume ekspor gula,kopi,dan nila meningkat pesat rata-rata lebih dari sepuluh kali lipat.Sebagai contoh,ekspor gula tahun 1830 berjumlah 1.558.000 golden lalu pada tahun 1840 menjadi 13.782.000 golden.Antara tahun 1832 hingga 1867 saldo untung Belanda mencapai 967.000.000  golden.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar