Minggu, 26 April 2015

Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM

PERKEMBANGAN JUMLAH UNIT DAN TENAGA KERJA DI UKM

Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.
Berbagai hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah, terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.
Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
Secara umum, perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.
Pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap penciptaan devisa nasional melalui ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28,49% yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp. 183,76 triliun atau 20,17% dari total nilai ekspor non migas nasional (www.bps.go.id). Selanjutnya pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap total PDB nasional adalah sebesar Rp. 1.165,26 triliun atau 58,33%.
Kemudian pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Jumlah ini meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun sebelumnya. UMKM masih akan menjadi primadona bagi pengemabngan ekonomi daerah di masa mendatang. Banyak program yang telah dijalankan untuk memberdayakan UMKM sejak hampir 10 tahun yang lalu, namun hasilnya sampai saat ini belum menggembirakan. Sehingga perlu dicarikan Model baru yang berbeda dengan yang sebelumnya agar UMKM tidak jalan di tempat.
Dibutuhkan usaha-usaha strategik guna memberdayakan UMKM agar dapat menjadi penopang perekonomian lokal seperti yang terjadi di Jepang dan Taiwan. Oleh karena itu upaya mengembangkan dan memberdayakan UMKM agar hasil yang diperoleh memiliki multiplier effect yang tinggi menjadi sangat penting saat ini, khususnya dalam meningkatkan daya saing. Dengan daya saing itu diharapkan bisa meningkatkan pendapatan UMKM , tidak tergilas perdagangan bebas, dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kini UMKM memiliki peluang untuk terus berkembang.
Perkembangan UMKM di Indonesia masih terhambat sejumlah persoalan. Beberapa hal yang masih menjadi penghambat dalam pengembangan UKM ditinjau dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal UKM, dimana penanganan masing-masing faktor harus bersinergi untuk memperoleh hasil yang maksimal, yaitu: (1) Faktor Internal : merupakan masalah klasik dari UKM yaitu lemah dalam segi permodalan dan segi manajerial (kemampuan manajemen, produksi, pemasaran Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 3 dan sumber daya manusia); (2) Faktor Eksternal : merupakan masalah yang muncul dari pihak pengembang dan pembina UKM, misalnya solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, tidak adanya monitoring dan program yang tumpang tindih antar institusi.
Dalam sketsa ekonomi nasional, setelah terjadi krisis ekonomi usaha mikro  kecil menengah lebih efisien dan memiliki ketahanan yang lebih baik di bandingkan dengan usaha besar, sedangkan UMKM sendiri terbukti berkembang dan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mengetahui banyak sedikitnya UMKM yang berkembang di indonesia dapat di lihat melalui tabel berikut:


Dari tahun ke tahun UMKM yang di adakannya termasuk industri kecil di indonesia semakin meningkat. Rata-rata kenaikan jumlah unit usaha UMKM sebesar 3.55% atau sebesar 1.574.696 tiap tahunnya, namun yang paling besar pengaruhnya terlihat pada tahun 2009 sebesar 8.25% atau sebesar 3.885.548 dari 47.109.555 unit UMKM.



REFERENSI:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar