DOMINASI SDA DI INDONESIA
Persoalan kedaulatan atas SDA ini perlu diajukan, karena sejumlah
pertimbangan mendesak. Pertama, penguasaan asing atas SDA terutama sektor
tambang, migas dan perkebunan skala besar, semakin masif. Data menunjukan, di
sektor pertambangan, 89 persen dikuasai asing. Demikian juga sektor migas,
asing menguasai 64 persen.
Bagaimana di perkebunan dan kelautan? Perkebunan, saat ini setidaknya 68
persen juga dikuasai modal asing. Adapun kelautan dan perikanan, operasi
pencurian ikan dan kekayaan laut oleh kapal-kapal asing di wilayah laut
Indonesia, telah merugikan negara triliun rupiah setiap tahun. Tanpa usaha
untuk penegakkan hukum yang tegas.
Singkatnya, kedaulatan rakyat atas kekayaan dan sumber daya alam
belum terwujud. Kehendak merdeka 100 persen di bidang ekonomi dan politik,
sebagaimana digelorakan salah seorang Bapak Republik, Tan Malaka, masih jauh
tercipta. Neokolonialisme dan imperealisme masih menggerogoti penguasaan dan pengelolaan
SDA negeri. Modal asing masih berjaya dan dianggap raja. Di sisi lain, akses
dan kontrol rakyat atas SDA semakin lemah dan tak terlindungi negara.
Data
diatas menunjukkan beberapa perusahaan besar asing yang menguasai lahan tambang
di Indonesia. Dapat dilihat bahwa berdasarkan catatan BPK, kepemilikan
perusahaan tambang oleh asing lebih dominan dibandingkan dengan kepemilikan
perusahaan tambang domestik. Pemerintah Indonesia membuka peluang yang cukup
besar kepada pemilik modal asing untuk menguasai sumber daya alam secara
berlebih. Dampaknya, masyarakat tidak mampu mengelola kekayaan alam karena
keterbatasan modal dan pengetahuan menjadi tergilas. Untuk melindungi
kepentingan para investor asing, maka pemerintah melibatkan aparat yang
terlatih dalam menyelesaikan konflik di masyarakat. Pola pembangunan
pertambangan yang dikelola oleh pihak swasta sagat berorientasi pada keuntungan
sehingga kepentingan masyarakat terabaikan.
Selain
penguasaan tambang dan mineral, sumber daya air minum juga banyak dikuasai oleh
asing. Pemerintah menyediakan air bersih bagi masyarakat melalui perusahaan
daerah yaitu PDAM. Namun di sisi lain, pemerintah juga membiarkan pihak asing
memiliki penguasaan pada sumber daya air untuk dikomersialisasikan menjadi air
minum kemasan. Padahal pemerintah sendiri seharusnya mampu menyediakan air
minum kemasan untuk dikomersialisasikan. Tentu saja harganya akan semakin murah
dan semakin terjangkau karena tidak perlu menyerahkan kepada tangan-tangan
asing yang membutuhkan biaya operasional yang lebih tinggi sehingga harga air
minum menjadi lebih mahal. Padahal air juga termasuk sumber daya alam yang
menyangkut hajat hidup orang banyak yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945,
sudah seharusnya penguasaan sumber daya air sepenuhnya berada di tangan
pemerintah.
Upaya
Menjalankan Pasal 33 Agar Sesuai dengan Amanat Konstitusi
Pemerintah sudah seharusnya melakukan segala upaya untuk mengembalikan sektor
yang menyangkut hajat hidup orang banyak ke tangan negara dari pihak asing.
Nasionalisasi aset harus dilaksanakan secara menyeluruh, ke seluruh sektor
pengelolaan sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bukan
malah memperpanjang kontrak hingga berpuluh-puluh tahun seperti apa yang
dilakukan oleh PT Freeport. Dalam mengelola kekayaan alam yang paling berhak
adalah rakyat Indonesia. Wujudnya bisa diwakili oleh negara ataupun kumpulan
individu yang berasal dari warga sekitar. Inisiatif untuk melakukan
nasionalisasi aset negara bisa dimulai oleh rakyat yang terkena dampak langsung
dari pembangunan pertambangan. Pembuatan undang-undang pun harus tegas dan
memihak kepada Indonesia, bukan malah memihak dan menguntungkan pihak asing.
Apabila hal ini tidak segera dilakukan, sumber daya alam Indonesia semakin lama
akan tergerus habis dinikmati oleh pihak asing. Sementara Indonesia hanya
menjadi penonton di negeri sendiri melihat pihak asing menikmati hasil bumi
Indonesia. Seharusnya Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,
mempertahankan kedaulatan dalam penguasaan sumber daya alam yang ada. Mungkin
tidak seratus persen penuh sumber daya alam dikuasai oleh pemerintah, tetapi
setidaknya ada pihak swasta yang berasal dari kepemilikan masyarakat (domestik)
yang diberikan kesempatan mengelola sumber daya alam tersebut. Tentu manfaatnya
akan lebih terasa bagi masyarakat dibandingkan pemerintah menjual aset negara
kepada perusahaan asing. Dengan begitu pemerintah dapat mengembalikan amanat
konstitusi yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 khususnya tentang pengelolaan
sumber daya alam Indonesia. Karena Rakyat tidak pernah merasakan merasakan
hasil pertambangan dari Freeport, Chevron maupun perusahaan swasta asing lainnya,
hanya sebagian kecil kelompok yang menikmatinya termasuk elit politik setempat
dan terutama investor asing itu sendiri. Penduduk setempat belum tentu
menikmati hasil tambang karena mereka tidak memiliki modal ataupun pegetahuan
yang cukup. Jadi, keberadaan mereka di negeri ini menyimpang dari amanat
konstitusi pasal 33 dan UUPA dimana, reformasi agraria menjadi kerangka
pembangunan ekonomi nasional.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar