Minggu, 15 Mei 2016

Bedah Kasus Perlindungan Konsumen Terhadap Jajanan Disekitar Kampus

KASUS JAJANAN DISEKITAR KAMPUS

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman, bermutu, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Menurut UU No 7 tahun 1996, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalarn proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga. Makanan atau jajanan yang sering dikonsumsi anak sekolah sangat sensitif terhadap pencemaran, yang bersumber dari bahan tambahan pangan berupa pewarna tekstil, zat pengawet, dan pemanis buatan.
Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan dan lingkungan yang sehat. Jelas ke semuanya itu akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit. Semakin tinggi ekonomi keluarga maka kebutuhan hidup mereka terpenuhi dengan menjaga segala makanan yang akan dimakan, sehingga mereka sangat berhati-hati dalam menjaga kebersihan makanan. Sebaliknya jika ekonomi keluarga rendah maka, dalam memenuhi kebutuhannya terbatas dan mereka cenderung memenuhi kebutuhan dengan memakan makanan yang sudah dingin dan memakan makanan yang seadanya. Dan biasanya mereka membeli jajanan atau makanan yang relatif terjangkau tanpa menghiraukan kebersihan makanan yang di makan.

2.      Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a.       Bagaimana kehigienisan jajanan di sekitar Kampu?
b.      Bagaimana penggunaan senyawa kimia dalam jajanan di sekitar kampus?
c.       Bagaimana kemasan yang digunakan dalam jajanan di sekitar Kampus?
d.      Bagaimana Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen kaitannya dengan perlindungan konsumen?
e.       Bagaimana penanggulangan jajanan berbahaya kaitannya dalam perlindungan konsumen?
3.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini antara lain :
a.       Mengetahui tingkat kehigienisan jajanan di sekitar Kampus.
b.      Mengetahui penggunaan senyawa kimia dalam jajanan di sekitar Kampus.
c.       Mengetahui keamanan kemasan jajanan di sekitar Kampus.
d.      Mengetahui hak dan kewajidan konssumen dan produsen kaitannya dengan perlindungan konsumen.
e.       Mengetahui bagaimana penanggunalangan jajanan berbahaya kaitannya dengan perlindungan konsumen.
B.     METODE PENYELESAIAN MASALAH
1.      Observasi
Pengamatan (Observasi) adalah pengamatan yang dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan kegiatan. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan mengamati pedagang dan jajanan di sekitar Kampus sehingga dalam pengamatan kita dapat mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan pedagang serta jajanan yang dijajakan pedagang.

2.      Studi Literatur
a.      Konsep Perlindungan Konsumen
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja batasan dari hukum konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup”.
Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu terdapat di dalam berbagai hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis; antara lain hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum administrasi dan hukum internasional, terutama konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.
Dari batasan tersebut jelaslah bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang sifatnya lebih spesifik dan khusus. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum tidak seimbang.
Menurut Janus Sidabalok, sekurang-kurangnya ada empat alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi:
1.      Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2.      Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.
3.      Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
4.      Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), perlindungan kosumen didefinisikan: “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”
Perlindungan konsumen dalam undang-undang tersebut mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Secara garis besar cakupan perlindungan konsumen dalam UU tersebut adalah:
Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan.
1.      Konsumen atau tidak. Dan persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak sesuai.
2.      Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual, dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.
Pertama, mencakup persoalan barang atau jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan, dimasukkan dalam cakupan tanggung jawab produk, yaitu tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat didalamnya sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena keracunan makanan, barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya rendah, dan sebagainya.
Kedua, mencakup cara konsumen memperoleh barang dan atau jasa, yang dikelompokkan dalam cakupan standar kontrak yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang atau jasa kebutuhannya.
b.      Prinsip – Prinsip Perlindungan Konsumen
Prinsip-prinsip yang mun cul tentan g kedudukan konsumen dalam hubungan dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen:
1.      Let the buyer beware. Prinsip kehati-hatian ada pada konsumen. Hal ini dengan adanya asumsi bahwa kedudukan konsumen dan pelaku usaha adalah seimbang, sehingga konsumen tidak perlu ada proteksi. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang memadai yang selanjutnuya mampu untuk menentukan pilihan terhadap produk konsumen baik barang dan/atau jasa.
2.      The due care theory, prinsip ini menyatkan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk. Selama berhati-hati dengan produknya ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip ini berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan. Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum privat di Indonesia yaitu pembuktian ada pada penggugat, pasal 1865 KUHPerdata, yang secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunju kepada suatu peristiwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
3.      The privity of contract, prinsip ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan diluar hal-hal yang diperjanjikan. Artinya konsumen dapat menggugat berdasarkan wanprestasi.
C.     PEMBAHASAN
1.      Tingkat Higienis Jajanan di Sekitar Kampus
Pada masa sekarang karena banyaknya persaingan pasar yang memproduksi bahan pangan menjadikan para produsen kurang memperhatikan mutu dan kualitas barang yang telah diproduksikan dan dipasarkan. Sama halnya dengan para konsumen yang tidak terlalu perduli dengan mutu serta kualitas karena para konsumen hanya memperhatikan harga yang murah sehingga banyak para konsumen yang tidak memperoleh manfaat dari bahan pangan tersebut secara maksimal. Seiring banyaknya konsumen di Kampus, para pedagang sering kurang memperhatikan kesehatan konsumennya. Kebanyakan dari mereka berjualan di pinggir jalan sehingga tingkat kebersihannya kurang terjaga, tentu hal demikian sangat merugikan konsumen karena dapat menyebabkan konsumen sakit perut akibat jajanan yang kurang terjaga kebersihannya.
2.      Penggunaan Senyawa Kimia dalam Jajanan di Sekitar Kampus
Penggunaan senyawa kimia pada jajanan siring banyak ditemui. Hal tersebut dapat diketahui dari warna yang mencolok, rasa dll. Kebanyakan jajanan tersebut berasal dari minuman. Berikut adalah contoh bahan-bahan yang bersifat racun yang sering dijumpai di sekitar Kampus:
a.       Sakarin (Saccharin)
`           Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu ia sangat populer dipakai sebagai bahan pengganti gula. Untuk mengatasi mahalnya harga gula, kebanyakan penjual menggunakan sakarin untuk pemanis minuman yang mereka jual, tentu hal demikian sangat merugikan konsumen karena penjual kurang memperhatikan kesehatan konsumen. Food and Drug Administation (FDA) Amerika menganjurkan untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita kencing manis dan obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya.
b.      Zat Pewarna Sintetis
Dari hasil pengamatan di pasar-pasar ditemukan 5 zat pewarna sintetis yang paling banyak digemari adalah warna merah, kuning, jingga, hijau dan coklat.
Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit mengakibatkan limfoma. Selain itu, boraks, juga merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan.
Dari Kasus di sekitar Kampus penggunaan zat pewarna dapat dengan mudah dijumpai pada es campur, cendol dll dan minuman tersebut sangat sering dikonsumsi mahasiswa ataupun masyarakat sekitar.
3.      Bahaya Penggunaan Kemaan Jajanan di Sekitar Kampus
Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung" makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Sebaiknya mulai sekarang anda cermat memilik kemasan makanan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya. Inilah ranking teratas bahan kemasan makanan yang perlu anda waspadai:
a.       Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) & paralysis (kelumpuhan) . Keracunan yang terjadipun bisa bersifat kronis dan akut. Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran karena pengetahuan yang kurang dari si penjual, padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah perpindahnya timbal makanan tsb.
b.      Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Residu dari penggunaan kemasan ini dapat menyebabkan endocrine disrupter(EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
c.       Plastik
Sejak pertengahan tahun lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peringatan resmi tentang bahaya kantong kresek. Bedasar hasil penelitiannya, kantong kresek, terutama warna hitam, merupakan produk daur ulang mengandung bahan kimia berbahaya. Namun pada kenyataannya, penggunaan plastic warna hitam justru sering digunakan penjual jajanan sehingga makanan menjadi terkontaminasi zat-zat berbahaya pada plastic itu sendiri.

4.      Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen kaitannya dengan Pelindungan Konsumen
a.       Hak dan Kewajiban Konsumen
Adapun hak konsumen yang diatur dalam pasal 4 UU PK, yakni:
o   Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
o   Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
o   Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
o   Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
o   Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
o   Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
o   Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
o   Hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
o   Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.      Hak dan Kewajiban Produsen
Dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa hak pelaku usaha adalah:
o   Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
o   Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
o   Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
o   Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
o   Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada pelaku usaha merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban sebagai pelaku usaha. Dan implementasi dari kewajiban-kewajiban pelaku usaha inilah yang merupakan wujud dari tanggung jawab pelaku usaha. Dengan kata lain pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban-kewajibannya adalah pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
5.      Penanggulangan dari Jajanan Berbahaya Kaitannya dengan Perlindungan Konsumen.
Keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, industri, dan masyarakat sebagai kosumen. Adapun pembagian peran adalah sebagai berikut :
a)      Peran Pemerintah
o   Penyediaan jasa yang terkait dengan kesehatan
o   Pengumpulan informasi dan pendidikan
o   Advokasi pendidikan dan pelatihan
o   Membuat UU pangan dan mengawasi pelaksanaannya
b)      Peran Industri
o   Memberi label yang informatif dan mendidik
o   Mengolah pangan secara professional
o   Mengolah pangan dengan teknologi yang tepat
o   Penanganan yang baik terhadap hasil pangan
c)      Peran konsumen
o   Konsumen harus aktif dalam memilih pangan
o   Konsumen harus selektif dalam memilih pangan
o   Konsumen harus bijak dalam penanganan pangan yang aman di rumah
D.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hendaknya konsumen lebih kritis dan teliti serta banyak menggali informasi mengenai hak dan kewajibannya sebagai konsumen, sehingga jika dirugikan oleh pelaku usaha maka konsumen mengetahui apa yang harus dilakukan, serta menumbuhkan kesadaran dalam diri konsumen bahwa jalan yang ditempuh oleh konsumen untuk memperoleh hak-haknya tersebut juga merupakan bentuk solidaritas terhadap konsumen lain yang mungkin juga akan dirugikan apabila konsumen tidak mengadukan kerugian yang dialaminya tersebut.
2.      Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah :
·         Hendaknya lebih teliti dalam memilih makanan maupun minuman yang sehat.
·         Meningkatkan kewaspadaan kita terhadap senyawa-senyawa beracun yang terkandung dalam makanan dan minuman.
·         Dari beberapa contoh bahan kimia beracun yang sehari-hari dipergunakan sebagai zat tambahan dalam makanan dan dipakai secara meluas di kalangan masyarakat, maka bahaya dalam jangka panjang sudah dapat perkirakan. Untuk mencegah hal ini, pemerintah harus sudah berani melakukan tindakan preventif mulai sekarang dan jangan menunggu-nunggu kalau sudah ada korban.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 39
2.      Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 6
3.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar