KASUS JAJANAN DISEKITAR KAMPUS
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia
yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Pangan yang aman, bermutu, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama
yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang
memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Menurut UU No 7 tahun 1996, pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalarn proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang
anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi
anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan
makanan (food security) keluarga. Makanan atau jajanan yang sering
dikonsumsi anak sekolah sangat sensitif terhadap pencemaran, yang bersumber
dari bahan tambahan pangan berupa pewarna tekstil, zat pengawet, dan pemanis
buatan.
Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan dan
lingkungan yang sehat. Jelas ke semuanya itu akan dengan mudah dapat
menimbulkan penyakit. Semakin tinggi ekonomi keluarga maka kebutuhan hidup
mereka terpenuhi dengan menjaga segala makanan yang akan dimakan, sehingga
mereka sangat berhati-hati dalam menjaga kebersihan makanan. Sebaliknya jika
ekonomi keluarga rendah maka, dalam memenuhi kebutuhannya terbatas dan mereka
cenderung memenuhi kebutuhan dengan memakan makanan yang sudah dingin dan
memakan makanan yang seadanya. Dan biasanya mereka membeli jajanan atau makanan
yang relatif terjangkau tanpa menghiraukan kebersihan makanan yang di makan.
2.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas,
maka dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana
kehigienisan jajanan di sekitar Kampu?
b. Bagaimana
penggunaan senyawa kimia dalam jajanan di sekitar kampus?
c. Bagaimana
kemasan yang digunakan dalam jajanan di sekitar Kampus?
d. Bagaimana
Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen kaitannya dengan perlindungan konsumen?
e. Bagaimana
penanggulangan jajanan berbahaya kaitannya dalam perlindungan konsumen?
3.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dari makalah ini antara lain :
a. Mengetahui
tingkat kehigienisan jajanan di sekitar Kampus.
b. Mengetahui
penggunaan senyawa kimia dalam jajanan di sekitar Kampus.
c. Mengetahui
keamanan kemasan jajanan di sekitar Kampus.
d. Mengetahui
hak dan kewajidan konssumen dan produsen kaitannya dengan perlindungan
konsumen.
e. Mengetahui
bagaimana penanggunalangan jajanan berbahaya kaitannya dengan perlindungan
konsumen.
B.
METODE PENYELESAIAN MASALAH
1. Observasi
Pengamatan (Observasi) adalah pengamatan yang
dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan
kegiatan. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan mengamati pedagang dan
jajanan di sekitar Kampus sehingga dalam pengamatan kita dapat mengetahui
kegiatan apa saja yang dilakukan pedagang serta jajanan yang dijajakan
pedagang.
2. Studi
Literatur
a. Konsep
Perlindungan Konsumen
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja
batasan dari hukum konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam
pergaulan hidup”.
Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah konsumen itu terdapat di dalam berbagai hukum, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis; antara lain hukum perdata, hukum dagang, hukum
pidana, hukum administrasi dan hukum internasional, terutama konvensi-konvensi
yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.
Dari batasan tersebut jelaslah bahwa hukum
perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang sifatnya lebih
spesifik dan khusus. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi
pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum tidak seimbang.
Menurut Janus Sidabalok, sekurang-kurangnya ada empat
alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi:
1.
Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi
seluruh bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional
menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen
dari dampak negatif penggunaan teknologi.
3.
Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan
manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku
pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan
nasional.
4.
Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana
pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), perlindungan kosumen didefinisikan:
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.”
Perlindungan konsumen dalam
undang-undang tersebut mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan
terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan
jasa itu. Secara garis besar cakupan perlindungan konsumen dalam UU tersebut
adalah:
Perlindungan terhadap kemungkinan
diserahkan kepada konsumen barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan apa
yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini
termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi,
proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan
standar keamanan dan keselamatan.
1.
Konsumen atau tidak. Dan persoalan tentang bagaimana
konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau
mengonsumsi produk yang tidak sesuai.
2.
Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen
syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan
promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual, dan
sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan
mengedarkan produknya.
Pertama, mencakup
persoalan barang atau jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan, dimasukkan dalam
cakupan tanggung jawab produk, yaitu tanggung jawab yang dibebankan kepada
produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat
didalamnya sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena
keracunan makanan, barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan
karena kualitasnya rendah, dan sebagainya.
Kedua, mencakup
cara konsumen memperoleh barang dan atau jasa, yang dikelompokkan dalam cakupan
standar kontrak yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan
oleh produsen kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang
atau jasa kebutuhannya.
b. Prinsip
– Prinsip Perlindungan Konsumen
Prinsip-prinsip yang mun cul tentan
g kedudukan konsumen dalam hubungan dengan pelaku usaha berangkat dari
doktrin atau teori yang dikenal dalam perkembangan sejarah hukum
perlindungan konsumen:
1.
Let the buyer beware. Prinsip kehati-hatian ada
pada konsumen. Hal ini dengan adanya asumsi bahwa kedudukan konsumen
dan pelaku usaha adalah seimbang, sehingga konsumen tidak perlu ada
proteksi. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam perkembangan konsumen
tidak mendapat informasi yang memadai yang selanjutnuya mampu untuk menentukan
pilihan terhadap produk konsumen baik barang dan/atau jasa.
2.
The due care theory, prinsip ini menyatkan
bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan
produk. Selama berhati-hati dengan produknya ia tidak dapat dipersalahkan. Pada
prinsip ini berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan.
Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum privat di Indonesia yaitu
pembuktian ada pada penggugat, pasal 1865 KUHPerdata, yang secara tegas
menyatakan, barangsiapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan
haknya atau membantah hak orang lain, atau menunju kepada suatu peristiwa, maka
ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
3.
The privity of contract, prinsip ini menyatakan pelaku
usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat
dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.
Pelaku usaha tidak dapat disalahkan diluar hal-hal yang diperjanjikan. Artinya
konsumen dapat menggugat berdasarkan wanprestasi.
C.
PEMBAHASAN
1.
Tingkat Higienis Jajanan di Sekitar Kampus
Pada masa sekarang karena banyaknya
persaingan pasar yang memproduksi bahan pangan menjadikan para produsen kurang
memperhatikan mutu dan kualitas barang yang telah diproduksikan dan dipasarkan.
Sama halnya dengan para konsumen yang tidak terlalu perduli dengan mutu serta
kualitas karena para konsumen hanya memperhatikan harga yang murah sehingga
banyak para konsumen yang tidak memperoleh manfaat dari bahan pangan tersebut
secara maksimal. Seiring banyaknya konsumen di Kampus, para pedagang sering
kurang memperhatikan kesehatan konsumennya. Kebanyakan dari mereka berjualan di
pinggir jalan sehingga tingkat kebersihannya kurang terjaga, tentu hal demikian
sangat merugikan konsumen karena dapat menyebabkan konsumen sakit perut akibat
jajanan yang kurang terjaga kebersihannya.
2.
Penggunaan Senyawa Kimia dalam Jajanan di Sekitar
Kampus
Penggunaan senyawa kimia pada jajanan
siring banyak ditemui. Hal tersebut dapat diketahui dari warna yang mencolok,
rasa dll. Kebanyakan jajanan tersebut berasal dari minuman. Berikut adalah
contoh bahan-bahan yang bersifat racun yang sering dijumpai di sekitar Kampus:
a. Sakarin
(Saccharin)
` Sakarin
adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali
lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu ia sangat populer dipakai
sebagai bahan pengganti gula. Untuk mengatasi mahalnya harga gula, kebanyakan
penjual menggunakan sakarin untuk pemanis minuman yang mereka jual, tentu hal
demikian sangat merugikan konsumen karena penjual kurang memperhatikan
kesehatan konsumen. Food and Drug Administation (FDA) Amerika menganjurkan
untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita kencing manis dan
obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya.
b.
Zat Pewarna Sintetis
Dari hasil pengamatan di pasar-pasar
ditemukan 5 zat pewarna sintetis yang paling banyak digemari adalah warna
merah, kuning, jingga, hijau dan coklat.
Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit mengakibatkan limfoma. Selain itu, boraks, juga merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan.
Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit mengakibatkan limfoma. Selain itu, boraks, juga merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan.
Dari Kasus di sekitar Kampus
penggunaan zat pewarna dapat dengan mudah dijumpai pada es campur, cendol dll
dan minuman tersebut sangat sering dikonsumsi mahasiswa ataupun masyarakat
sekitar.
3.
Bahaya Penggunaan Kemaan Jajanan di Sekitar Kampus
Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang
sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya
sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung"
makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan.
Sebaiknya mulai sekarang anda cermat memilik kemasan makanan. Kemasan pada
makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman,
promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas
primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan.
Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya. Inilah ranking
teratas bahan kemasan makanan yang perlu anda waspadai:
a. Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan
(kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan,
terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam
tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju
sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain,
seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang
dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) &
paralysis (kelumpuhan) . Keracunan yang terjadipun bisa bersifat kronis dan
akut. Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal,
memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu
goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran karena pengetahuan yang
kurang dari si penjual, padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah
perpindahnya timbal makanan tsb.
b. Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau
polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis
pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan
keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan
bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan
bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan
panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan
keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Residu dari
penggunaan kemasan ini dapat menyebabkan endocrine disrupter(EDC), yaitu suatu
penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan
reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
c. Plastik
Sejak pertengahan tahun lalu, Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peringatan resmi tentang
bahaya kantong kresek. Bedasar hasil penelitiannya, kantong kresek, terutama
warna hitam, merupakan produk daur ulang mengandung bahan kimia berbahaya.
Namun pada kenyataannya, penggunaan plastic warna hitam justru sering digunakan
penjual jajanan sehingga makanan menjadi terkontaminasi zat-zat berbahaya pada
plastic itu sendiri.
4.
Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen kaitannya
dengan Pelindungan Konsumen
a.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Adapun
hak konsumen yang diatur dalam pasal 4 UU PK, yakni:
o
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
o
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
o
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
o
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan / atau jasa yang digunakan;
o
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
o
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
o
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
o
Hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
o
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
b.
Hak dan Kewajiban Produsen
Dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa hak pelaku usaha adalah:
o
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
o
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
o
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
o
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan
/ atau jasa yang diperdagangkan;
o
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada
pelaku usaha merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban
sebagai pelaku usaha. Dan implementasi dari kewajiban-kewajiban pelaku usaha
inilah yang merupakan wujud dari tanggung jawab pelaku usaha. Dengan kata lain
pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban-kewajibannya adalah pelaku usaha yang
tidak bertanggung jawab.
5.
Penanggulangan dari Jajanan Berbahaya Kaitannya
dengan Perlindungan Konsumen.
Keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama baik
dari pemerintah, industri, dan masyarakat sebagai kosumen. Adapun pembagian
peran adalah sebagai berikut :
a)
Peran Pemerintah
o
Penyediaan jasa yang terkait dengan kesehatan
o
Pengumpulan informasi dan pendidikan
o
Advokasi pendidikan dan pelatihan
o
Membuat UU pangan dan mengawasi pelaksanaannya
b)
Peran Industri
o
Memberi label yang informatif dan mendidik
o
Mengolah pangan secara professional
o
Mengolah pangan dengan teknologi yang tepat
o
Penanganan yang baik terhadap hasil pangan
c)
Peran konsumen
o
Konsumen harus aktif dalam memilih pangan
o
Konsumen harus selektif dalam memilih pangan
o
Konsumen harus bijak dalam penanganan pangan
yang aman di rumah
D.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, hendaknya konsumen lebih kritis dan teliti serta banyak
menggali informasi mengenai hak dan kewajibannya sebagai konsumen, sehingga
jika dirugikan oleh pelaku usaha maka konsumen mengetahui apa yang harus
dilakukan, serta menumbuhkan kesadaran dalam diri konsumen bahwa jalan yang
ditempuh oleh konsumen untuk memperoleh hak-haknya tersebut juga merupakan
bentuk solidaritas terhadap konsumen lain yang mungkin juga akan dirugikan apabila
konsumen tidak mengadukan kerugian yang dialaminya tersebut.
2. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah :
·
Hendaknya lebih teliti dalam memilih makanan
maupun minuman yang sehat.
·
Meningkatkan kewaspadaan kita terhadap
senyawa-senyawa beracun yang terkandung dalam makanan dan minuman.
·
Dari beberapa contoh bahan kimia beracun yang
sehari-hari dipergunakan sebagai zat tambahan dalam makanan dan dipakai secara
meluas di kalangan masyarakat, maka bahaya dalam jangka panjang sudah dapat
perkirakan. Untuk mencegah hal ini, pemerintah harus sudah berani melakukan
tindakan preventif mulai sekarang dan jangan menunggu-nunggu kalau sudah ada
korban.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum
tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000,
hlm. 39
2.
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 6
3.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen