Macam-macam Perjanjian
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian
sepihak.
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang
memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik
adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan,
tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban
kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah,
hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek
perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang
menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah
pihak atau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak
maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk
menghuni rumah. Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama
dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal
ini salah satu syarat adalah pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian
itu bersifat timbal balik.
2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan
alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada
satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian
dengan alas hak yang membenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi
dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya,
sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra
prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu
syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah
uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini
mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-undang dan mengenai
perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal 1341
KUHPdt).
3. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang
dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas,
misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian
tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan
jumlahnya terbatas.
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian
obligator
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam
perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai pelaksanaan
perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang
menimbulkan perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan
kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual
berhak atas pembayaran harga. Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui
apakah perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian,
dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian
real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya
persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di
samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas
barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan,
pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt). Dalam hukum adat, perjanjian
real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap
pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika
terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan
hak. Hak ini disebut “kontan atau tunai”.
Macam-macam Perikatan
1. Perikatan bersyarat ( Voorwaardelijk )
Suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih
belum tentu akan atau tidak terjadi.
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu
ketetapan waktu ( Tijdsbepaling )
Perbedaan
antara perikatan bersyarat dengan ketetapan waktu adalah di perikatan
bersyarat, kejadiannya belum pasti akan atau tidak terjadi. Sedangkan pada
perikatan waktu kejadian yang pasti akan datang, meskipun belum dapat
dipastikan kapan akan datangnya.
3. Perikatan yang membolehkan memilih (
Alternatief )
Dimana
terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.
4. Perikatan tanggung menanggung ( Hoofdelijk
atau Solidair )
Diamana
beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu
orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Sekarang ini sedikit sekali yang
menggunakan perikatan type ini.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak
dapat dibagi
Tergantung
pada kemungkinan bias atau tidaknya prestasi dibagi. Pada hakekatnya tergantung
pada kehendak kedua belak pihak yang membuat perjanjian.
6. Perikatan tentang penetapan hukuman (
Strafbeding )
Suatu
perikatan yang dikenakan hukuman apabila pihak berhutang tidak menepati
janjinya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dengan sejumlah uang yang merupakan
pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak
pembuat janji.
Referensi:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/hukum-perikatan-15/